Laporan Praktikum Ekstraksi Senyawa Dari Bahan Alam

Senin, 10 Maret 2014

BAB I
TEORI PRAKTIKUM

                Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak sekali, sejalan dengan perkembangan ilmu fitokimia (suatu cabang ilmu tentang kandungan zat aktif pada tumbuhan).
                Ekstraksi adalah cara untuk memperoleh sediaan yang mengandung senyawa aktif dari suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
               Suatu senyawa di ekstraksi agar ekstrak hanya mengandung senyawa aktif yang terkandung didalam simplisia/ bahan alam sehingga perlu dipilih cairan penyari yang paling optimal mampu menarik senyawa aktif.
                Bahan yang diekstraksi bisa berupa bahan segar maupun bahan kering. Untuk bahan kering harus dikecilkan dahulu ukuran partikelnya (diserbuk).

Syarat pelarut yang digunakan
  • Selektif
  • Stabil secara fisik dan kimia
  • Ekonomis
  • Keamanan
  • Ramah lingkungan
Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.

Metode Ekstraksi
Ada beberapa metode ekstraksi simplisia bahan alam, antara lain maserasi, infundasi, digesti, perkolasi dan soxletasi. Keterangan singkatnya sebagai berikut :

Maserasi
  • Ekstraksi bahan dengan pelarut pada suhu kamar selama waktu tertentu dengan sesekali diaduk/digojok.
  • Remaserasi : dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama.
  • Maserasi kinetik : dilakukan pengadukan terus-menerus.
  • Digesti : maserasi kinetik yang dilakukan pada suhu diatas suhu kamar, biasanya pada suhu 40-50°C.
Caranya :
Sejumlah bahan ditempatkan pada wadah tertutup, ditambah dengan pelarut dengan perbandingan kira-kira 1:7. Diamkan selama 5 hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya dengan sesekali diaduk. Setelah itu, cairan dipisahkan, buang bagian yang mengendap.

Infundasi

Infundasi merupakan metode ekstraksi dengan pelarut air. Pada waktu proses infundasi berlangsung, temperatur pelarut air harus mencapai suhu 90ºC selama 15 menit.
Rasio berat bahan dan air adalah 1 : 10, artinya jika berat bahan 100 gr maka volume air sebagai pelarut adalah 1000 ml.

Caranya : 
Serbuk bahan dipanaskan dalam panci dengan air secukupnya selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil sekali-sekali diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan. Apabila bahan mengandung minyak atsiri, penyaringan dilakukan setelah dingin.
Dekoksi
Dekoksi merupakan proses ekstraksi yang mirip dengan proses infundasi, hanya saja infuns yang dibuat membutuhkan waktu lebih lama (≥ 30 menit) dan suhu pelarut sama dengan titik didih air.

Caranya :
Serbuk bahan ditambah air dengan rasio 1 : 10, panaskan dalam panci enamel atau panci stainless steel selama 30 menit. Bahan sesekali sambil diaduk. Saring pada konsidi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan.

Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna. Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada temperatur ruang. Sedangkan parameter berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif lagi. Pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat tetesan perkolat sudah tidak berwarna.

Caranya :
Serbuk bahan dibasahi dengan cairan penyari dan ditempatkan pada bejana silinder. Bagian bawah bejana diberi sekat berpori untuk menahan serbuk. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh.

Soxkletasi
Yaitu proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus soxklet sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik.

Caranya :
Serbuk bahan ditempatkan pada selongsong, lalu ditempatkan pada alat soxhlet yang telah dipasang labu dibawahnya. Tambahkan pelarut sebanyak 2 kali sirkulasi. Pasang pendingin balik, panaskan labu, ekstraksi berlangsung minimal 3 jam dengan interval sirkulasi kira-kira 15 menit.

Layanan pembuatan ekstrak (ekstraksi simplisia/ bahan alam), fraksinasi, isolasi senyawa aktif dan penyulingan minyak atsiri untuk keperluan penelitian silahkan klik disini.
Sekedar mengingat kembali, istilah ekstraksi yaitu metode untuk memisahkan komponen solut (zat terlarut) dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa pelarut. Ada beberapa alasan mengapa memilih metode ekstraksi, antara lain :
  • Apabila senyawa yang akan dipisahkan terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai titik didih yang berdekatan. 
  • Sensitif terhadap panas 
  • Merupakan campuran azeotrop.
Berdasarkan fase zat terlarut dan pelarut, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi cair cair, ekstraksi padat-cair dan ekstraksi gas-cair.
Ekstraksi padat cair sering disebut dengan pelindian atau leaching. Jika zat terlarut yang tidak dikehendaki akan dihilangkan dari padatan dengan menggunakan air maka proses leaching tersebut dinamakan pencucian. Proses ekstraksi padat cair ini banyak digunakan pada industri bahan makanan, farmasi dan ekstraksi minyak nabati. Beberapa pelarut organik sering digunakan dalam ekstraksi padat-cair adalah alkohol (etanol), heksan, kloroform dan aseton.



BAB II
Materi dan Metode

A.      ALAT DAN BAHAN
*      Seperangkat alat Soxhlet
      Digunakan untuk mengekstraksi bahan.

*      Kertas Saring
      Digunakan untuk membuat selongsongan

*      Benang/tali
      Digunakan untuk mengikat selongsongan

*      Pemberat
      Digunakan untuk

*      Pemanas
      Digunakan untuk memanaskan larutan.

*      Eter
      Digunakan untuk memisahkan senyawa polar.

*      Bahan Alam (Tepung udang)
      Digunakan untuk sampel praktikum.
     

B.      PROSEDUR PERCOBAAN
1.       Bersihkan semua alat dan keringkan.
2.       Masukkan larutan pengekstrak (eter) sebanyak 200 mL ke dalam Labu Florence, tambahkan batu pemberat.
3.       Siapkan bahan yang akan diekstrak. Bungkus dengan kertas saring, buat seperti selongsongan. Lalu ikat dengan benang.
4.       Masukkan selongsongan ke dalam alat soxhlet.
5.       Rangkai alat soxhlet serta pendingin.
6.       Alirkan air melalui tabung pendingin.
7.       Panaskan larutan pengekstrak sampai larutan yang turun dari alat soxhlet berwarna bening.
8.       Matikan pemanas, biarkan suhu turun sendiri. Larutan berwarna pada labu Florence sekarang sudah berisi zat terekstrak dan siap untuk pemisahan atau analisa selanjutnya.




















BAB III
Pembahasan

A.      HASIL DAN PEMBAHASAN
                Pada praktikum ini, kita menggunakan metode ekstraksi soxhletasi. Soxhletasi yaitu proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus soxklet sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik.
Caranya :
Serbuk bahan ditempatkan pada selongsong, lalu ditempatkan pada alat soxhlet yang telah dipasang labu dibawahnya. Tambahkan pelarut sebanyak 2 kali sirkulasi. Pasang pendingin balik, panaskan labu, ekstraksi berlangsung minimal 3 jam dengan interval sirkulasi kira-kira 15 menit.

faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi antara lain :
1. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah solut yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Dalam dunia farmasi dan produk bahan obat alam, pelarut etanol, air dan campuran keduanya lebih sering dipilih karena dapat diterima oleh konsumen.

2. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam pelarut. Temperatur pada proses ekstraksi memang terbatas hingga suhu titik didih pelarut yang digunakan.

3. Rasio pelarut dan bahan baku
Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Akan tetapi semakin banyak pelarut, proses ekstraksi juga semakin mahal.  digunakan maka proses hilirnya akan semakin mahal.

4. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel semain kecil.


Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi
Pelarut yang baik pada proses ekstraksi adalah berdasarkan pada interaksi antara solut-pelarut. Pemilihan pelarut ekstraksi ini dapat dipilih menggunakan :

1. Tabel Robin (Robin Chart)
Tabel Robin menyajikan sistem pemilihan pelarut bagi suatu solut berdasarkan komposisi kimianya. Tabel Robin menyajikakan deviasi negatif, positif, atau netral dari interaksi solut-pelarut terhadap larutan ideal. Deviasi negatif dan netral mengindikasikan interaksi yang bagus diantara kelompok solut dan pelarut, sehingga kelarutan solut dalam pelarut menjadi tinggi.

2. Parameter kelarutan Hildebrand
Penggunaan parameter kelarutan dalam pemilihan pelarut adalah berdasar aturan kimia yang telah dikenal yakni “like dissolved like”. Jika gaya antar molekul antara molekul pelarut dan solute memiliki kekuatan yang mirip, maka pelarut tersebut merupakan pelarut yang baik bagi solut tersebut.

3. Pertimbangan Kriteria Pelarut


Selain menggunakan parameter kelarutan Hildebrand atau Tabel Robin, pemilihan pelarut juga dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria pemilihan pelarut seperti :
1.     Selektivitas
Pilih pelarut yang selektif sesuai polaritas senyawa yang akan disari agar mendapat ekstrak yang lebih murni.

2.     Kestabilan kimia dan panas
Pelarut yang dipilih harus stabil pada kondisi operasi ekstraksi dan proses hilir.

3.     Kecocokan dengan solut
Pelarut tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang terlarut.

4.     Viskositas
Jika viskositas pelarut yang rendah maka koefisien difusi akan meningkat sehingga laju ekstraksi pun juga meningkat.

5.     Recoveri pelarut
Guna meningkatkan nilai ekonomis proses, pelarut perlu direcoveri sehingga dapat digunakan kembali. Pelarut yang mempunyai titik didih rendah, lebih ekonomis untuk direkoveri dan digunakan kembali.

6.     Tidak mudah terbakar
Untuk kepentingan safety, perlu memilih pelarut yang tidak mudah terbakar

7.     Tidak beracun
Pilih pelarut yang tidak beracun untuk keamanan produk dan keamanan bagi pekerja.

8.     Murah dan mudah diperoleh
Pilih pelarut yang harganya murah dan mudah diperoleh.

Zat yang terkandung dalam sampel (tepung udang)

Limbah udang mengandung protein sekitar 25 – 40%, kalsium karbonat 45 – 50% dan kitin 15 – 20%. Kulit udang juga mengandung karotinoid berupa astaxantin, dan merupakan pro-vitamin A untuk pembentukan warna kuning kemerahan. protein dan mineral yang cukup tinggi menggambarkan potensi limbah udang dapat dijadikan pakan/imbuhan pakan untuk ternak unggas.

0 komentar:

Posting Komentar