BAB I
TEORI PRAKTIKUM
Keanekaragaman
dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak sekali,
sejalan dengan perkembangan ilmu fitokimia (suatu cabang ilmu tentang kandungan
zat aktif pada tumbuhan).
Ekstraksi
adalah cara untuk memperoleh sediaan yang mengandung senyawa aktif dari suatu
bahan alam dengan menggunakan pelarut yang
sesuai.
Suatu senyawa di ekstraksi agar
ekstrak hanya mengandung senyawa aktif yang terkandung didalam simplisia/ bahan
alam sehingga perlu dipilih cairan penyari yang paling optimal mampu menarik
senyawa aktif.
Bahan
yang diekstraksi bisa berupa bahan segar maupun bahan kering. Untuk bahan
kering harus dikecilkan dahulu ukuran partikelnya (diserbuk).
Syarat pelarut yang
digunakan
- Selektif
- Stabil
secara fisik dan kimia
- Ekonomis
- Keamanan
- Ramah
lingkungan
Cairan
pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa
kandungan berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat
terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Ekstrak hanya
mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.
Metode Ekstraksi
Ada
beberapa metode ekstraksi simplisia bahan alam, antara lain maserasi,
infundasi, digesti, perkolasi dan soxletasi. Keterangan singkatnya sebagai
berikut :
Maserasi
- Ekstraksi
bahan dengan pelarut pada suhu kamar selama waktu tertentu dengan sesekali
diaduk/digojok.
- Remaserasi
: dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama.
- Maserasi
kinetik : dilakukan pengadukan terus-menerus.
- Digesti
: maserasi kinetik yang dilakukan pada suhu diatas suhu kamar, biasanya
pada suhu 40-50°C.
Caranya :
Sejumlah bahan ditempatkan pada wadah tertutup, ditambah dengan pelarut dengan perbandingan kira-kira 1:7. Diamkan selama 5 hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya dengan sesekali diaduk. Setelah itu, cairan dipisahkan, buang bagian yang mengendap.
Infundasi
Sejumlah bahan ditempatkan pada wadah tertutup, ditambah dengan pelarut dengan perbandingan kira-kira 1:7. Diamkan selama 5 hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya dengan sesekali diaduk. Setelah itu, cairan dipisahkan, buang bagian yang mengendap.
Infundasi
Infundasi merupakan metode ekstraksi dengan pelarut air. Pada waktu proses infundasi berlangsung, temperatur pelarut air harus mencapai suhu 90ºC selama 15 menit.
Rasio berat bahan dan
air adalah 1 : 10, artinya jika berat bahan 100 gr maka volume air sebagai
pelarut adalah 1000 ml.
Caranya :
Serbuk bahan dipanaskan dalam panci dengan air secukupnya selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil sekali-sekali diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan. Apabila bahan mengandung minyak atsiri, penyaringan dilakukan setelah dingin.
Dekoksi
Dekoksi merupakan
proses ekstraksi yang mirip dengan proses infundasi, hanya saja infuns yang
dibuat membutuhkan waktu lebih lama (≥ 30 menit) dan suhu pelarut
sama dengan titik didih air.
Caranya :
Serbuk bahan ditambah air dengan rasio 1 : 10, panaskan dalam panci enamel atau panci stainless steel selama 30 menit. Bahan sesekali sambil diaduk. Saring pada konsidi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan.
Serbuk bahan ditambah air dengan rasio 1 : 10, panaskan dalam panci enamel atau panci stainless steel selama 30 menit. Bahan sesekali sambil diaduk. Saring pada konsidi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan.
Perkolasi
Perkolasi adalah
proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna.
Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada temperatur ruang.
Sedangkan parameter berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah tidak
mengandung senyawa aktif lagi. Pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan
alam terlihat tetesan perkolat sudah tidak berwarna.
Caranya :
Serbuk bahan dibasahi
dengan cairan penyari dan ditempatkan pada bejana silinder. Bagian bawah bejana
diberi sekat berpori untuk menahan serbuk. Cairan penyari dialirkan dari atas
kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam
sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh.
Soxkletasi
Yaitu proses
ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus soxklet sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya
pendingin balik.
Caranya :
Serbuk bahan
ditempatkan pada selongsong, lalu ditempatkan pada alat soxhlet yang telah
dipasang labu dibawahnya. Tambahkan pelarut sebanyak 2 kali sirkulasi. Pasang
pendingin balik, panaskan labu, ekstraksi berlangsung minimal 3 jam dengan
interval sirkulasi kira-kira 15 menit.
Layanan pembuatan
ekstrak (ekstraksi simplisia/ bahan alam), fraksinasi, isolasi senyawa aktif
dan penyulingan minyak atsiri untuk keperluan penelitian silahkan klik disini.
Sekedar
mengingat kembali, istilah ekstraksi yaitu metode untuk memisahkan komponen
solut (zat terlarut) dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa
pelarut. Ada beberapa alasan mengapa memilih metode ekstraksi, antara lain :
- Apabila
senyawa yang akan dipisahkan terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai
titik didih yang berdekatan.
- Sensitif
terhadap panas
- Merupakan
campuran azeotrop.
Berdasarkan
fase zat terlarut dan pelarut, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi cair cair,
ekstraksi padat-cair dan ekstraksi gas-cair.
Ekstraksi
padat cair sering disebut dengan pelindian atau leaching. Jika zat terlarut
yang tidak dikehendaki akan dihilangkan dari padatan dengan menggunakan air
maka proses leaching tersebut dinamakan pencucian. Proses ekstraksi padat cair
ini banyak digunakan pada industri bahan makanan, farmasi dan ekstraksi minyak
nabati. Beberapa pelarut organik sering digunakan dalam ekstraksi padat-cair
adalah alkohol (etanol), heksan, kloroform dan aseton.
BAB II
Materi dan Metode
A.
ALAT DAN BAHAN
Digunakan untuk mengekstraksi bahan.
Digunakan untuk membuat selongsongan
Digunakan untuk mengikat selongsongan
Digunakan untuk
Digunakan untuk memanaskan larutan.
Digunakan untuk memisahkan senyawa polar.
Digunakan untuk sampel praktikum.
B.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Bersihkan semua alat dan keringkan.
2. Masukkan larutan pengekstrak (eter) sebanyak 200 mL ke dalam Labu
Florence, tambahkan batu pemberat.
3. Siapkan bahan yang akan diekstrak. Bungkus dengan kertas saring,
buat seperti selongsongan. Lalu ikat dengan benang.
4. Masukkan selongsongan ke dalam alat soxhlet.
5. Rangkai alat soxhlet serta pendingin.
6. Alirkan air melalui tabung pendingin.
7. Panaskan larutan pengekstrak sampai larutan yang turun dari alat
soxhlet berwarna bening.
8. Matikan pemanas, biarkan suhu turun sendiri. Larutan berwarna pada
labu Florence sekarang sudah berisi zat terekstrak dan siap untuk pemisahan
atau analisa selanjutnya.
BAB
III
Pembahasan
A. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, kita
menggunakan metode ekstraksi soxhletasi. Soxhletasi yaitu proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat
khusus soxklet sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin
balik.
Caranya :
Serbuk bahan
ditempatkan pada selongsong, lalu ditempatkan pada alat soxhlet yang telah
dipasang labu dibawahnya. Tambahkan pelarut sebanyak 2 kali sirkulasi. Pasang
pendingin balik, panaskan labu, ekstraksi berlangsung minimal 3 jam dengan
interval sirkulasi kira-kira 15 menit.
faktor-faktor
yang berpengaruh dalam proses ekstraksi antara lain :
1.
Jenis pelarut
Jenis
pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah solut yang terekstrak dan
kecepatan ekstraksi. Dalam dunia farmasi dan produk bahan obat alam, pelarut
etanol, air dan campuran keduanya lebih sering dipilih karena dapat diterima
oleh konsumen.
2.
Temperatur
Secara
umum, kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam
pelarut. Temperatur pada proses ekstraksi memang terbatas hingga suhu titik
didih pelarut yang digunakan.
3.
Rasio pelarut dan bahan baku
Jika
rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa yang
terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Akan tetapi semakin
banyak pelarut, proses ekstraksi juga semakin mahal. digunakan maka
proses hilirnya akan semakin mahal.
4.
Ukuran partikel
Laju
ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil.
Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel
semain kecil.
Pemilihan
pelarut dalam proses ekstraksi
Pelarut
yang baik pada proses ekstraksi adalah berdasarkan pada interaksi antara
solut-pelarut. Pemilihan pelarut ekstraksi ini dapat dipilih menggunakan :
1.
Tabel Robin (Robin Chart)
Tabel
Robin menyajikan sistem pemilihan pelarut bagi suatu solut berdasarkan komposisi
kimianya. Tabel Robin menyajikakan deviasi negatif, positif, atau netral dari
interaksi solut-pelarut terhadap larutan ideal. Deviasi negatif dan netral
mengindikasikan interaksi yang bagus diantara kelompok solut dan pelarut,
sehingga kelarutan solut dalam pelarut menjadi tinggi.
2.
Parameter kelarutan Hildebrand
Penggunaan
parameter kelarutan dalam pemilihan pelarut adalah berdasar aturan kimia yang
telah dikenal yakni “like dissolved like”. Jika gaya antar molekul antara
molekul pelarut dan solute memiliki kekuatan yang mirip, maka pelarut tersebut
merupakan pelarut yang baik bagi solut tersebut.
3.
Pertimbangan Kriteria Pelarut
Selain
menggunakan parameter kelarutan Hildebrand atau Tabel Robin, pemilihan pelarut
juga dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria pemilihan pelarut
seperti :
1. Selektivitas
Pilih
pelarut yang selektif sesuai polaritas senyawa yang akan disari agar mendapat
ekstrak yang lebih murni.
2. Kestabilan
kimia dan panas
Pelarut
yang dipilih harus stabil pada kondisi operasi ekstraksi dan proses hilir.
3. Kecocokan
dengan solut
Pelarut
tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang terlarut.
4. Viskositas
Jika
viskositas pelarut yang rendah maka koefisien difusi akan meningkat sehingga
laju ekstraksi pun juga meningkat.
5. Recoveri
pelarut
Guna
meningkatkan nilai ekonomis proses, pelarut perlu direcoveri sehingga dapat
digunakan kembali. Pelarut yang mempunyai titik didih rendah, lebih ekonomis
untuk direkoveri dan digunakan kembali.
6. Tidak
mudah terbakar
Untuk
kepentingan safety, perlu memilih pelarut yang tidak mudah terbakar
7. Tidak
beracun
Pilih
pelarut yang tidak beracun untuk keamanan produk dan keamanan bagi pekerja.
8. Murah
dan mudah diperoleh
Pilih
pelarut yang harganya murah dan mudah diperoleh.
Zat
yang terkandung dalam sampel (tepung udang)
Limbah udang mengandung protein sekitar 25
– 40%, kalsium karbonat 45 – 50% dan kitin 15 – 20%. Kulit udang juga
mengandung karotinoid berupa astaxantin, dan merupakan pro-vitamin A untuk pembentukan
warna kuning kemerahan. protein dan mineral yang cukup tinggi menggambarkan
potensi limbah udang dapat dijadikan pakan/imbuhan pakan untuk ternak unggas.
0 komentar:
Posting Komentar